Aku mengalah, toh masih banyak kesempatan. Gelap dan sepi. Bokepindo lain kali saya mau..”, katanya lagi meyakinkanku. “Mampir ke Sultan Plaza.., ya Mas..”. Dengan gemas kulumat habis-habisan buah dadanya. Celaka. Sampai ketika ujung jariku mulai masuk ke “pintu” vaginanya, Sari berontak, bangkit, lagi-lagi men-cek keadaan. Peristiwa semalam tak mengubah prilakunya. Sari menarik sendiri sepasang ‘cup’-nya ke atas sehingga sepasang bukit putih itu samar-samar tampak. Tadi sewaktu aku mau belok kiri ke Hotel “Kh” lagi-lagi Sari menolak. “Mampir ke Sultan Plaza.., ya Mas..”. Sampai di pertigaan jalan Panorama macet lagi. Dari kantor ke jalan “D” memang makan waktu 10 menit jalan kaki.Pukul lima seperempat aku sudah sampai di jalan D. “Ayolah.., Sar, sebentar aja, sekali aja..”. Tentang waktu ini menjadi masalah. “Mau minum susu..?”, tawarnya. Tapi, peristiwa ini harusnya tak seorangpun boleh tahu. CD-nya sempat terlihat ketika ia jongkok mengambil dagangan yang terletak di bagian bawah rak kaca etalase. Rambut kelaminnya yang tak begitu lebat itu kuusap-usap. “Kita minum dulu ke sini, ya..?”, ajakku untuk mampir di tempat minum susu segar yang biasa ditongkrongi anak-anak muda.
